Si Hijau Yang Mematikan dari Era Victoria


Tahukah kamu bahwa warna hijau yang ada pada pakaianmu saat ini memiliki kisah sejarah yang mengerikan? Warna hijau memang warna yang terlihat cerah, ceria, dan menyejukkan mata, tapi dahulu, warna ini adalah sumber kematian bagi para gadis di masa pemerintahan Ratu Victoria di Inggris. Penyebab utama kematian mereka yang tiba-tiba bukan karena penyakit atau kecelakaan, tapi karena sebuah warna yang ada di pakaian mereka. Ya, warna hijau.

Kehidupan Kerajaan Inggris di Era Victoria
Era Victoria adalah sebutan yang merujuk pada pemerintahan kerajaan Inggris yang diperintah oleh Ratu Victoria kurang lebih dari tahun 1837-1901 (selama 63 tahun). Di masa tersebut, kerajaan Inggris mengalami perkembangan dalam bidang industri, terutama produksi barang-barang kebutuhan masyarakat, seperti pakaian, teknologi transportasi, komunikasi, dan lain-lain. 

Di tangan Ratu Victoria, Inggris menjadi salah satu negara berkembang yang kuat. Inggris mengalami berbagai perkembangan. Namun, sejalan dengan perkembangan baik, terdapat bahaya yang tanpa mereka sadari menjadi malapetaka bagi kehidupan banyak orang. Malapetaka terbesar yang tidak mereka sadari ini berasal dari penggunaan salah satu warna paling populer di era Victoria. 

Ratu Victoria dari Inggris (Sc: Victorian Era: Timeline)

Saat itu, warna hijau adalah warna populer yang banyak digunakan masyarakat, baik digunakan sebagai pewana gaun-gaun wanita, warna tembok, dan lain-lain. Kondisi kota-kota besar di Inggris masa itu tidak sama seperti dulu. Banyaknya pabrik menyebabkan langit cenderung kelabu, karena tertutupi oleh asap pabrik. Banyak pohon dan tanaman yang ditebang, dan dibukanya lahan-lahan baru untuk pabrik. Warna hijau yang baru ditemukan saat itu langsung menjadi tren terbaru karena dianggap sebagai warna yang cerah dan menyegarkan mata.

Indah Namun Mematikan
Warna hijau yang populer ini ditemukan oleh peneliti dari sebuah pabrik asal Jerman yaitu Wilhelm Dye and White Lead Company di tahun 1814. Warna hijau yang mereka temukan jauh lebih cerah dibanding sebelumnya. Warnanya yang cerah juga memancarkan kilauan, sehingga warna ini disebut dengan emerald green, karena hijau dan berkilau seperti batu emerald. Tentu saja hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang disukai wanita. Terlebih karena kilaunya pula warna ini sangat sesuai untuk dikenakan dalam pertemuan sosial, seperti pesta. 

Salah satu gaun berwarna hijau emerald pertama. Diperkirakan berasal dari tahun 1778 dan saat ini disimpan di Museum Bata Shoe (Sc: Racked-Green Dye History)

Meski indah, sayangnya warna hijau menjadi salah satu penyebab kematian warga Inggris. Seorang wanita mudah berusia 19 tahun, bernama Matilda Scheurer dikenal sebagai perangkai bunga. Pada 20 November 1861 ia ditemukan meninggal karena keracunan yang tidak disengaja. 

Ia meninggal setelah mengalami muntah cairan hijau dan sklera mata yang seharusnya berwarna putih menjadi hijau. Saat ia sedang kesakitan, ia berkata kepada dokter bahwa semua yang ia lihat berubah warna menjadi warna hijau. Menjelang kematiannya, cairan keluar dari mulut dan hidung. Ia juga mengalami kecemasan luar biasa. 

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian dan dokter menemukan bahwa penyebab kematian Matilda adalah arsenik yang ada dalam lapisan kukunya merusak fungsi organ perut, hati, dan paru-paru. Kematiannya kemudian ditetapkan sebagai kecelakaan atau keracunan yang tidak disengaja karena kandungan arsenik pada warna hijau yang ia gunakan untuk mewarnai daun tanpa pelindung.

Pada saat itu, kasus ini begitu terkenal, sehingga mampu menarik perhatian tokoh-tokoh aristokrat di Inggris untuk mengkaji lebih dalam mengenai pewarna hijau.

Racun Yang Tak Kasat Mata
Setelah kematian Matilda, Asosiasi Sanitasi Wanita menugaskan seorang ahli kimia bernama Dr. A. W. Hoffman untuk meneliti daun buatan yang digunakan oleh perangkai bunga. Penelitian Hoffman menemukan bahwa warna hijau yang digunakan sebagai pewarna sangat mematikan. 

Hasil penelitiannya dipublikasikan dalam London Times dengan judul, "The Dance of Death" dengan menjadi hal populer yang diperbincangkan masyarakat. Dari penelitian ini, para ahli menyimpulkan bahwa rata-rata sebuah tutup kepala mengandung arsenik yang mampu membunuh 20 orang. Arsenik juga terkandung pada kain tarlatan hijau yang biasanya digunakan pada gaun wanita. Bahkan kandungan arsenik pada gaun wanita dapat berjumlah setengah dari berat gaun tersebut. 

Gaun berawarna hijau dengan tarlatan. Tarlatan adalah kain tipis dan kaku yang terbuat dari bahan fabric. Fungsi tarlatan untuk membuat bagian pinggang hingga bawah gaun menjadi kaku. Gaun jenis ini adalah gaun yang populer di era Victoria. (Sc: Fashion History)

Warna hijau yang terkandung pada benda-benda di era Victoria ternyata menyimpan racun didalamnya. Racun ini bahkan sanggup membunuh apabila digunakan secara terus-menerus. Ironis, sebab kebanyakan wanita menyukai hal-hal yang terlihat cantik dan indah. Sayangnya, kegemaran tersebut secara perlahan merenggut nyawa mereka. 

Arsenik: Racun yang Populer
Arsenik merupakan senyawa kimia berbahaya yang memang sudah populer sejak masa kekaisaran Romawi. Senyawa kimia ini adalah racun sempurna yang tidak pernah luput dari perang. Banyak prajurit kerajaan yang menggunakan racun ini untuk membunuh lawan mereka dalam medan perang. Tidak heran dalam sejarah perkembangannya, racun ini dijuluki sebagai King of Poisons, yaitu raja dari segala racun.

Arsenik diperkirakan sudah ada sejak masa sebelum masehi. Informasi yang berhasil disimpan menyatakan bahwa pada abad ke-4 SM, Aristoteles menyebut sebuah sulfida tiimbal merah dengan "sandarach". Kata arsenik berasal dari kata zarnikh dalam bahasa Persia yang artinya orpiment kuning (orpiment adalah istilah dalam bahasa inggris yang merujuk pada senyawa mineral berwarna kuning mengandung trisulfida arsenik. Biasanya digunakan sebagai pewarna buatan). Setelah ditelusuri, bahasa Yunani juga memiliki kata arsenikos, artinya maskulin atau ampuh. Dalam bahasa latin, arsenikos menjadi arsenikum. 

Pada abad ke-19, arsenik, bahan kimia yang umum digunakan masyarakat merupakan senyawa berbahaya. Awalnya, kulit manusia yang terkena arsenik akan menjadi iritas, lalu menjadi luka, koreng, dan pengelupasan jaringan kulit. Ini adalah efek samping yang paling umum ditemukan pada orang-orang yang menggunakan arsenik. 

Di Eropa, cara mewarnai kain melibatkan pria dan wanita dalam sebuah pabrik produksi kain. Pria bertugas untuk membentangkan kain polos dan memberikan warna hijau dengan pewarna berbahaya dengan tangan kosong tanpa pelindung. Setelah itu, mereka akan mengeringkan kain tersebut, dengan menahannya pada sebuah bingkai dan menusuk kain dengan paku, sehingga kain tidak berpindah meski terkena angin.

Pria yang mewarnai kain menggunakan racun dengan tangan kosong, tentu saja zat-zat berbahaya tersebut masih menempel pada kulit tangan mereka. Pekerjaan kasar yang mereka lakukan juga memungkinkan adanya luka-luka kecil pada tangan. Luka kecil yang berinteraksi langsung dengan zat berbahaya, menyebabkan zat berbahaya ini akan bebas masuk ke dalam jaringan kulit hingga pembulu darah. Apabila dilakukan terus-menerus, dampaknya mereka akan mengalami luka menyerupai sifilis di paha bagian dalam. 

Setelah kain berwarna dengan racun tersebut siap dipakai, para wanita akan mengolahnya menjadi daun dan karangan bunga buatan. Bagi wanita, efek buruk yang dirasakan adalah diare, muntah, perut terasa luar biasa sakit, anemia, pucat, dan sakit kepala yang terasa seperti ada yang menekan kepala. Pemerintah Prancis dan Jerman dengan cepat mengambil tindakan dengan mengeluarkan kebijakan untuk melarang penggunaan arsenik. Pemerintah Inggris tidak sesigap dua negara tersebut, karena baru mengeluarkan kebijakan yang sama pada tahun 1860. 

Akhir dari Arsenik Hijau
Cerita yang panjang dari arsenik berwarna hijau akhirnya berakhir. Dengan ditetapkannya kebijakan pelarangan arsenik maka lambat laun penggunaan pewarna berbahaya tersebut dapat diakhiri.

Ditambah dengan teknologi yang semakin baik hingga mampu menemukan pewarna dengan bahan dasar yang jauh lebih aman, tanpa efek berbahaya tersebut. 

Cerita ini menunjukkan bahkan suatu warna dapat memakan banyak korban. Hal ini juga merupakan sejarah yang tidak bisa dilupakan dalam sejarah fashion yang bermula dan berkembang pesat di Eropa.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Referensi:


















Komentar

Postingan Populer